“People don’t leave jobs, they leave managers.” — Marcus Buckingham
Pernah nggak sih kamu kaget ketika salah satu karyawan terbaik tiba-tiba mengajukan resign? Rasanya kayak kehilangan ujung tombak di tim. Pertanyaan pertama yang biasanya muncul: “Apa karena gajinya kurang yaa?”
Table Of Content
- 1. Upaya yang Tidak Dihargai
- 2. Budaya Perusahaan dan Lingkungan Kerja yang Tidak Mendukung
- 3. Koordinasi dan Komunikasi yang Amburadul
- 4. Tugas dan Tanggung Jawab yang Tidak Jelas
- 5. Kurangnya Perhatian dan Diskusi dari Atasan Langsung
- 6. Banyaknya Hal yang Tidak Adil
- Kenapa Ini Berbahaya Buat Perusahaan?
- Solusi Konkret untuk Mencegah Resign Mendadak
Padahal, kalau ditelusuri lebih dalam, gaji bukan satu-satunya alasan. Bahkan, banyak karyawan yang rela bertahan dengan gaji standar, asal mereka merasa dihargai, berkembang, dan punya masa depan yang jelas di perusahaan.
Artinya, resign mendadak itu jarang terjadi tanpa sebab. Ada “akar masalah” yang sering terlewat oleh atasan. Kalau dibiarkan, bukan hanya satu orang yang pergi, tapi bisa menular ke karyawan lain.
Nah, biar nggak salah kaprah, yuk kita bahas 6 penyebab utama kenapa karyawan cabut tanpa pamit panjang lebar.
1. Upaya yang Tidak Dihargai
Bayangin kamu kerja keras, lembur, rela nggak pulang cepat demi selesainya proyek. Tapi saat presentasi, nama kamu nggak disebut, apalagi diapresiasi. Sakit, kan?
Inilah salah satu alasan paling sering yang bikin karyawan memilih resign: mereka merasa usahanya invisible. Nggak ada apresiasi, nggak ada pengakuan. Padahal, ucapan sederhana seperti “Good job, kerjaanmu keren banget” bisa jadi booster semangat luar biasa.
Kalau hal ini terus berulang, jangan heran kalau karyawan akhirnya mikir, “Ngapain aku kasih lebih kalau nggak dianggap?” Dari situ, keputusan resign tinggal tunggu waktu.
2. Budaya Perusahaan dan Lingkungan Kerja yang Tidak Mendukung
Gaji tinggi pun nggak akan cukup kalau setiap hari harus kerja di lingkungan yang toxic. Bayangin datang ke kantor dengan rasa cemas, takut salah, atau selalu dibanding-bandingkan. Lama-lama energi mental terkuras habis.
Budaya kerja yang sehat itu bukan sekadar ada poster “We are Family” di dinding. Tapi benar-benar tercermin dari cara atasan memperlakukan bawahan, bagaimana konflik diselesaikan, dan sejauh mana perusahaan membuka ruang untuk berkembang.
Kalau karyawan merasa perusahaan nggak mendukung pertumbuhan mereka—baik dari sisi karier maupun mental—maka resign adalah opsi yang paling masuk akal.
3. Koordinasi dan Komunikasi yang Amburadul
Sering nggak sih, masalah di kantor itu kayak bola liar? Bukannya selesai, malah dilempar ke sana-sini. Akar masalah nggak pernah disentuh, hanya gejalanya yang ditambal.
Komunikasi yang buruk bikin karyawan frustrasi. Informasi nyampe ke satu orang, tapi hilang di orang lain. Atau keputusan sering berubah-ubah tanpa penjelasan yang jelas. Akibatnya, kerja jadi nggak efisien, tim kehilangan arah, dan karyawan merasa percuma berusaha.
Pada titik tertentu, mereka bisa mikir, “Daripada aku terus kerja dalam kekacauan ini, mending aku cari tempat lain yang lebih tertata.”
4. Tugas dan Tanggung Jawab yang Tidak Jelas
Pernah ngalamin situasi di mana tugas kantor kayak bola panas, dilempar ke sana-sini? Hari ini disuruh A, besok disalahkan karena nggak ngerjain B. Ujung-ujungnya, saling tuding dan saling lempar pekerjaan.
Ketidakjelasan ini bikin trust antar karyawan menurun. Orang jadi defensif, lebih fokus cari aman daripada cari solusi. Padahal, tim yang solid butuh fondasi kejelasan: siapa ngapain, kapan, dan bagaimana.
Kalau kondisi ini terus berlangsung, karyawan merasa nggak punya pegangan. Dan saat rasa frustrasi udah menumpuk, resign jadi jalan keluar yang paling logis.
5. Kurangnya Perhatian dan Diskusi dari Atasan Langsung
Karyawan bukan hanya butuh gaji, tapi juga butuh didengar dan dipahami. Sayangnya, banyak atasan yang sibuk dengan target sampai lupa ngobrol dengan timnya. Meeting yang ada pun seringkali cuma soal laporan angka, bukan diskusi yang membangun.
Padahal, obrolan sederhana seperti “Gimana rasanya kerjaan minggu ini?” bisa bikin karyawan merasa diperhatikan. Mereka jadi lebih terbuka menyampaikan ide, keluhan, bahkan solusi.
Tanpa komunikasi dua arah ini, hubungan atasan-bawahan terasa dingin. Karyawan merasa sendirian. Dan kalau itu terjadi, rasa loyalitas pun ikut menguap.
6. Banyaknya Hal yang Tidak Adil
Ketidakadilan adalah bom waktu. Misalnya, karyawan A yang rajin tapi nggak pernah dapat promosi, sementara karyawan B yang dekat dengan atasan justru naik jabatan cepat. Atau pembagian beban kerja yang timpang—ada yang kewalahan, ada yang santai-santai.
Hal seperti ini bikin karyawan geram. Mereka mungkin nggak langsung protes, tapi menyimpan kecewa. Dan ketika akumulasi rasa tidak adil ini sudah terlalu besar, ledakannya bisa berupa resign mendadak.
Kenapa Ini Berbahaya Buat Perusahaan?
Turnover karyawan bukan hanya soal kehilangan satu orang. Ada biaya besar yang harus ditanggung:
- Biaya rekrutmen: mencari kandidat baru, wawancara, seleksi.
- Waktu adaptasi: butuh berbulan-bulan sampai karyawan baru bisa perform.
- Knowledge loss: ilmu dan pengalaman karyawan lama hilang begitu saja.
- Moral tim turun: melihat rekan kerja cabut bisa bikin yang lain ikut goyah.
Kalau ini terjadi berulang, bukan hanya perusaahaan rugi secara finansial, reputasi perusahaan pun bisa ikut rusak. Kamu tentu nggak mau perusahaanmu dilabeli “toxic workplace”, kan?
Solusi Konkret untuk Mencegah Resign Mendadak
- Bangun budaya apresiasi
Apresiasi nggak harus selalu bonus besar. Ucapan terima kasih, pengakuan di depan tim, atau sekadar traktir makan siang bisa bikin karyawan merasa dihargai. - Ciptakan lingkungan kerja sehat
Dorong keterbukaan, atasi konflik dengan bijak, dan beri ruang aman untuk karyawan berkembang. - Perbaiki sistem komunikasi
Pastikan informasi mengalir jelas. Gunakan tools kolaborasi, dan selalu pastikan keputusan punya penjelasan yang transparan. - Jelaskan peran dan tanggung jawab
Setiap karyawan harus tahu batas tugasnya. SOP yang jelas bisa mengurangi drama lempar tanggung jawab. - Latih leader untuk lebih manusiawi
Leader bukan sekadar pengatur target, tapi pembimbing. Latih mereka untuk jadi pendengar yang baik. - Kelola fairness dengan transparansi
Promosi, reward, hingga pembagian kerja harus berdasarkan kinerja dan aturan jelas, bukan kedekatan pribadi.
Karyawan jarang resign hanya karena gaji. Lebih sering, mereka pergi karena merasa nggak dihargai, nggak berkembang, dan nggak punya kejelasan arah.
Kalau kamu seorang atasan, coba cek 6 hal di atas: apakah ada yang terjadi di timmu? Kalau iya, segera perbaiki sebelum kehilangan orang-orang terbaik.
Ingat, mempertahankan karyawan jauh lebih murah daripada rekrut baru. Dan lebih penting lagi, karyawan yang loyal bisa jadi aset terbesar buat masa depan perusahaan.
Bagaimana dengan perusahaanmu? Apakah sudah jadi tempat yang membuat karyawan betah bertumbuh, atau justru tanpa sadar jadi “toxic workplace”?